Pemagaran Laut di Tangerang Berdampak Pada Ribuan Nelayan
Tim Ombudsman dan KKP saat meninjau langsung kondisi pemagaran laut di kawasan pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten. (Dok. ANTARA). |
SUARANASIONAL.ID - Sebanyak 3.888 nelayan yang tinggal di kawasan pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang kini merasakan dampak serius dari pembangunan pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang mengelilingi wilayah laut mereka. Ombudsman Provinsi Banten menyebutkan bahwa kebijakan tersebut telah menyebabkan biaya operasional yang meningkat dua kali lipat bagi nelayan, sementara hasil tangkapan mereka diperkirakan mengalami penurunan signifikan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi, menekankan bahwa situasi ini perlu segera ditangani. "Ada 3.888 nelayan yang biaya operasionalnya meningkat dua kali lipat dan hasilnya kemungkinan berkurang. Ini harus secepatnya diselesaikan," ujarnya dalam pernyataan resmi di Tangerang pada Rabu (14/1/2025).
Fadli mengungkapkan bahwa kerugian yang dialami oleh nelayan akibat pemagaran tersebut sudah mencapai lebih dari Rp9 miliar. “Asumsinya 1.500 nelayan melaut selama 20 hari dikali sekian bulan, 3 bulan saja, sudah Rp9 miliar. Ini paling rendah taksiran ekonominya, apalagi 3.888 nelayan,” jelasnya.
Dalam menanggapi keluhan para nelayan, Ombudsman RI telah memulai penyelidikan untuk mengungkap dugaan malaadministrasi dalam pembangunan pagar bambu tersebut. Fadli menyatakan bahwa mereka akan mengumpulkan data dari perangkat daerah serta nelayan yang terdampak untuk menginvestigasi apakah prosedur yang diterapkan sudah sesuai atau tidak.
Fadli menegaskan bahwa dampak dari pemagaran ini sangat merugikan nelayan karena rute melaut menjadi lebih jauh, biaya bahan bakar meningkat, dan waktu untuk melaut berkurang, yang pada akhirnya mempengaruhi hasil produksi mereka. “Ini otomatis akan memengaruhi hasil produksi,” tambahnya.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah kembali mengunjungi lokasi pemagaran untuk mengumpulkan data guna memperkuat fakta-fakta yang ada di lapangan terkait pembangunan pagar laut ilegal tersebut.
Halid K. Jusuf, Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP, mengonfirmasi bahwa pagar bambu tersebut dipasang secara manual oleh manusia, bukan menggunakan alat berat. “Ini jelas manusia, manual menggunakan tangan manusia,” ungkap Halid saat diwawancarai.
Mengenai informasi yang beredar tentang pemasangan pagar secara swadaya, Halid mengungkapkan bahwa pihak KKP tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut. Meskipun ada indikasi pemasangan pagar dilakukan secara mandiri oleh pihak tertentu, KKP tetap perlu memastikan fakta-fakta lebih lanjut untuk mengambil langkah yang tepat.
Sebagai respons terhadap keluhan nelayan dan hasil investigasi, KKP berencana untuk melakukan pembongkaran pagar bambu yang mengelilingi sebagian wilayah pulau di enam kecamatan, yakni Teluknaga, Kosambi, Sukadiri, Mauk, Kronjo, dan Pakuhaji. Pembongkaran ini membutuhkan waktu dan alat berat yang cukup besar.
“Kami akan melakukan tindakan tegas, 30,16 kilometer ini butuh waktu panjang dan alat berat untuk mencabut itu,” kata Halid. Ia menambahkan bahwa dalam waktu 2-3 hari ke depan, KKP akan menginformasikan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan pembongkaran secara mandiri yang melibatkan masyarakat setempat.
Halid berjanji bahwa keputusan lebih lanjut akan segera diumumkan demi kepentingan nelayan dan untuk memulihkan aktivitas perikanan yang terganggu akibat pemagaran laut ini.