Susi Pudjiastuti (Dok. Ist) |
SuaraNasional - Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menjabat pada Kabinet Kerja 2014-2019, adalah sosok perempuan yang telah banyak memberi kontribusi kepada masyarakat dan negara.
Dikenal luas dengan ungkapan "Tenggelamkan", Susi memulai perjalanan bisnisnya dengan berdagang ikan dan bed cover, hingga akhirnya mendirikan bisnis pesawat Susi Air.
Meskipun sudah tidak lagi terlibat dalam dunia politik, Susi tetap aktif di dunia bisnis dan kegiatan sosial serta lingkungan.
Lahir pada 15 Januari 1965 di Pangandaran, Jawa Barat, Susi berasal dari keluarga yang memiliki usaha peternakan.
Ia memilih untuk tidak melanjutkan sekolah setelah SMP dan lebih fokus untuk mempelajari dunia perdagangan.
Keputusan besar ini ia ceritakan saat menghadiri acara “Rembug Perempuan Jogja” di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 28 November 2024.
“Dulu waktu sekolah saya pikir, saya kalau di sekolah begini rasanya kurang ruang untuk saya bergerak, saya yang tidak cocok. Bukan sistem yang salah, saya putuskan untuk resign dari sekolah, and do what I want,” ungkap Susi.
Dengan tekad kuat, Susi memulai bisnisnya di Pangandaran, tidak hanya menjual bed cover, tetapi juga produk-produk dari hasil laut seperti ikan, kapulaga, dan cengkeh. Pada masa itu, Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dikelola oleh nelayan dan petani lokal.
Modal awal untuk memulai bisnis ikan didapatkan Susi dari menjual perhiasan senilai Rp750.000.
Meskipun kesulitan mengakses pinjaman dari bank, Susi terus berusaha mengembangkan bisnisnya.
Bahkan, di tengah krisis moneter yang melanda Indonesia, ia berhasil memanfaatkan peluang ekspor di sektor perikanan.
“Tahun 2001 itu hasil ikan turun drastis, awalnya saya tidak tahu kenapa. Tahunya ya, ikan di laut sudah habis. Ternyata pemerintah mengizinkan kapal-kapal asing beroperasi di Indonesia,” tutur Susi.
Namun, bisnisnya sempat terganggu akibat penurunan hasil tangkapan ikan, yang disebabkan oleh praktik illegal fishing oleh kapal-kapal asing.
Susi menjelaskan bahwa kapal-kapal tersebut tidak hanya mengambil ikan yang sudah siap tangkap, tetapi juga mencuri bibit ikan yang seharusnya dilindungi, seperti yang terjadi dengan pengambilan bibit ikan di pantai selatan Jawa yang kemudian dibawa ke Vietnam untuk dibudidayakan.
“Saya bilang, harusnya bibit plasma nutfah seperti itu jangan diambil. Sesuatu yang belum bisa kita rekayasa dengan teknologi jangan pernah diambil. Dulu izin kapalnya cuma 10, tapi yang datang 100,” ucap Susi.
Sebagai seorang perempuan sukses dalam berbisnis, Susi memberi pesan kepada seluruh perempuan di Indonesia untuk tidak takut mengambil langkah berani dalam hidup.
Menurutnya, kesempatan tidak datang tanpa adanya pengorbanan, dan status perempuan tidak boleh menghalangi seseorang untuk mengejar impian atau memulai usaha.
“Perempuan itu istimewa. Kita punya empathy yang lebih, jadi kalau kita berbisnis itu bisa lebih baik,” tutur Susi.