Suasana ujian Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SD Negeri 1 Gunungsari, Sadananya, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin 4/11/2024. (Dok. ANTARA) |
BANDUNG, SUARA NASIONAL – Guru Besar Ilmu Politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Pengamat Kebijakan Pendidikan, Prof Cecep Darmawan, menegaskan bahwa Ujian Nasional (UN) masih diperlukan untuk mengukur kualitas pendidikan di Indonesia. Menurutnya, UN tetap relevan sebagai alat evaluasi, tetapi fungsinya tidak lagi perlu terkait dengan kelulusan siswa.
Prof Cecep mengungkapkan bahwa tujuan dari pelaksanaan UN sebaiknya berfokus pada penilaian kualitas pendidikan secara nasional, bukan sebagai syarat kelulusan. “Saya sepakat ada ujian nasional, tetapi peruntukannya bukan untuk kelulusan. Fungsi utamanya adalah untuk mengevaluasi mutu pendidikan,” ujar Cecep saat ditemui di Bandung, Jawa Barat, pada hari Selasa.
Ia menambahkan bahwa meskipun UN tetap dilaksanakan pada tingkat nasional, peran dan tujuannya dapat diubah untuk mengurangi beban siswa. Dengan tidak menjadikan UN sebagai syarat kelulusan, siswa akan merasa lebih terbantu dalam menghadapi ujian tersebut.
Prof Cecep menekankan pentingnya kajian menyeluruh dalam merumuskan kebijakan terkait UN. Ia menyarankan agar evaluasi dilakukan berdasarkan pengalaman dari kebijakan-kebijakan sebelumnya mengenai pelaksanaan UN, baik dalam kondisi diadakan maupun tidak diadakan.
“Kebijakan ini harus didasarkan pada kajian yang komprehensif, mengevaluasi kebijakan sebelumnya terhadap pelaksanaan UN, baik diadakan maupun ditiadakan,” kata Cecep.
Dalam pandangan Prof Cecep, UN juga bisa dipertimbangkan untuk dilaksanakan secara daring (online). Ia menilai bahwa pelaksanaan secara daring akan lebih efisien dari segi biaya dan dapat meningkatkan integritas ujian. Menurutnya, UN yang dilakukan dua kali setahun, yakni pada semester ganjil dan genap, bisa menjadi langkah yang baik.
Pola ini memungkinkan hasil setiap ujian digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kemampuan siswa di semester berikutnya. “Di semester ganjil, misalnya, hasil evaluasi bisa menunjukkan area yang perlu perbaikan. Semester berikutnya bisa jadi kesempatan untuk memperbaiki,” katanya.
Ia juga menyarankan agar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dapat mengkaji keberadaan UN dalam bentuk yang lebih fleksibel dan adaptif. “Apapun namanya nanti, apakah evaluasi nasional atau sebutan lainnya, yang penting ada alat ukur untuk menilai mutu pendidikan nasional tanpa mengaitkannya dengan kelulusan siswa,” kata Prof Cecep.
Melalui pendekatan yang baru ini, diharapkan UN dapat terus berfungsi sebagai alat evaluasi yang obyektif, sehingga kualitas pendidikan di Indonesia dapat terus ditingkatkan tanpa memberikan beban tambahan kepada siswa yang harus mengikuti ujian.