Ilustrasi. Fintech. (Dok. Canva) |
SUARANASIONAL.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya peningkatan signifikan pada piutang pembiayaan melalui skema layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih dikenal dengan sistem bayar nanti (Paylater).
Hingga Agustus 2024, jumlah pembiayaan tersebut mencapai angka Rp7,99 triliun, yang mencerminkan kenaikan sebesar 89,20 persen secara tahunan (year-on-year).
Selain pertumbuhan signifikan dalam pembiayaan Paylater, OJK juga mencatat adanya penurunan dalam rasio pembiayaan macet atau Non Performing Financing (NPF) gross.
Rasio tersebut berhasil dijaga di angka 2,52 persen, membaik dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu Juli 2024, yang mencatat angka 2,82 persen.
“Piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan per Agustus 2024 meningkat sebesar 89,20 persen yoy menjadi Rp7,99 triliun, dengan NPF gross dalam kondisi terjaga di posisi 2,52 persen,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya OJK, Agusman, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Proses kajian aturan BNPL oleh OJK
Seiring dengan pertumbuhan pesat layanan BNPL, OJK juga tengah melakukan kajian terhadap aturan yang mengatur layanan ini. Beberapa aspek yang sedang dibahas meliputi persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan layanan BNPL, kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, hingga pengelolaan risiko.
Agusman menjelaskan bahwa regulasi yang sedang disusun ini sangat penting untuk memberikan perlindungan kepada konsumen serta menjaga stabilitas sektor keuangan. Hal ini termasuk perlindungan data pribadi dan akses pihak ketiga terhadap data konsumen.
Fintech P2P lending tumbuh hingga Rp72,03 triliun
Selain pembiayaan melalui Paylater, OJK juga mencatat pertumbuhan signifikan dalam pembiayaan fintech peer-to-peer (P2P) lending. Hingga Agustus 2024, outstanding pembiayaan melalui fintech P2P lending tercatat sebesar Rp72,03 triliun, mengalami peningkatan sebesar 35,62 persen secara tahunan. Angka ini juga menunjukkan lonjakan dibandingkan Juli 2024 yang mencatat kenaikan sebesar 23,97 persen yoy.
Pertumbuhan pembiayaan fintech P2P lending ini juga diikuti dengan perbaikan dalam Tingkat Wanprestasi Pinjaman (TWP90) yang menurun menjadi 2,38 persen pada Agustus 2024. Angka ini lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di level 2,53 persen.
Meskipun menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, OJK juga mengingatkan bahwa industri fintech P2P lending masih menghadapi banyak tantangan, termasuk masalah terkait pemenuhan kewajiban ekuitas minimum.
OJK melaporkan bahwa hingga Agustus 2024, masih ada sejumlah perusahaan fintech P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar. Dari total 147 perusahaan yang terdaftar sebagai penyelenggara fintech P2P lending, enam di antaranya belum memenuhi ketentuan tersebut.
“Per September 2024, terdapat 16 dari 98 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 16 penyelenggara P2P lending tersebut, enam sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor,” jelas Agusman.
OJK terus melakukan pemantauan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh penyelenggara fintech P2P lending mematuhi ketentuan ekuitas minimum. Langkah-langkah tersebut meliputi injeksi modal dari pemegang saham maupun investor strategis, baik lokal maupun asing.
“OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan terkait progress action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud berupa injeksi modal dari pemegang saham, maupun dari strategic investor lokal/asing yang kredibel, termasuk pengembalian izin usaha,” terang Agusman lebih lanjut.